Kamis, 14 Juli 2011

KADO SPESIAL FROM MY BOY

KADO ISTIMEWA FROM MY BOY

Tepat di ultah yang ke 37 saya mendapat kado yang istimewa. Kado ini tidak hanya ucapan selamat dari handai taulan terutama dari komunitas pacebuk melainkan juga dari putra pertama saya. Seperti harijadi yang sudah-sudah, saya melewatinya dengan biasa saja. Tidak ada perayaan, apalagi ritual tiup lilin dengan senandung lagu “happy birthday to you…..happy birthday to you…” seperti kebanyakan orang lakukan.
Bahkan dihari yang menandai berkurangnya satu tahun usia, saya melewatinya dengan pergi keluar kota. Bukan untuk merayakan harijadi melainkan “melrayakan” hidup yang akan terjadi, salah satunya adalah mencari sesuap nasi. Jadi bagi teman-teman yang begitu beratensi terhadap ulang tahun saya, ucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungannya selalu. Sekalian mohon maaf apabila di hari H nya saya tidak berada dirumah dan membuat diantara kalian kecewa, karna tidak bisa bertemu dengan saya. (lha…kok dadi gemede lan ge-er yo… bara’an sopo seng kate tekan nak oma?)
Jujur, saya pribadi tidak menganggap harijadi atau ulang tahun saya adalah hari yang istimewa. Kehadirannya sama dengan hari-hari yang lain. Jika hari ini baik ya kita sukuri. Jika hari ini panjang dan melelahkan ya kita kita lupakan, tidak usah dipikiri. Ngapain dipikiri jika yang dipikiri gak ketemu. Namun hari ini patut saya sukuri. Mengingat di ulang tahun saya ini, saya mendapat KADO SPESIAL. Apa itu? Tanpa mengurangi rasa terima kasih dari teman-teman yg memberikan selamat, kado special itu datangnya dari JUNIOR putra kami.
Junior kini telah terbebas dari “penyakit cengeng” yg telah diderita selama sepekan ini. Seringkali ia menangis sesunggukan tanpa sebab yang berarti. Ketika ditanya ia tidak mau mengaku. Hal ini kerap ia lakukan. Kami sempat bingung dan bertanya-tanya, kenek opo yo arek iki? Opo dianu koncone? Gak diboloi? Opo piye? Tatkala pertanyaan ini kami sampaikan padanya ia malah sesunggukan makin menjadi.
Dilingkungan rumah, kami biasa mengajari dia agar menjadi pribadi yang kuat. Tidak hanya fisik melainkan juga mental. Sengaja kami terapkan mengingat ia adalah seorang laki-laki dan kakak dari seorang adik perempuan. Dengan pribadi yang kuat fisik dan mental,kami berharap kelak ia akan mampu menjaga diri, adik dan keluarganya. Itulah mengapa meski masih belia –kelas 2 madrasah- sepulang sekolah acapkali sengaja tidak saya jemput. Biarlah ia berjalan kaki sampai rumah dengan turun naik bukit yang berjarak kurang lebih 1 kilo. Biar fisiknya kuat nalarnya ter asah.
Makanya ketika dia sesunggukan (sengaja saya memilih kata sesunggukan bukannya menangis karna selama ini ia tidak pernah menangis apalagi dengan suara keras, baginya menangis adalah perbuatan yang memalukan buat seorang laki-laki) tiba-tiba tanpa sebab, saya tidak percaya perilaku tersebut berawal dari ancaman temannya. Pasti ada yang lebih hebat dari itu.
Kami kesulitan mengorek keterangan darinya. Karna dia memang bukan tipikal pengadu. Ia malah seorang anak yang suka mengalah dan memendam masalahnya sendiri. (like father like son). Seringkali dalam komunitas bermain ia di curangi temannya numun ia tidak marah tapi ngeloyor pulang kerumah. Ketika ditanya mamanya kenapa kok gak main? Jawabnya paling enteng “males ma….” Kuatir jika ia menceritakan yang sesungguhnya mamanya akan marah pada temannya.
Misteri ini sedikit terkuak tatkala “penyakit cengeng”nya terjadi di sekolah. Pada gurunya ia ceritakan sepulang “pelesir “ dari bali tepatnya di banyuwangi kami menyaksikan suatu kecelakaan. Sebuah truk selip dan terjungkal di pematang sawah tepi jalan. Sopir dan keneknya dipapah keluar dengan bersimbah darah. Kejadian ini tepat didepan mobil kami namun kami mencoba memastikan anak-anak tidak melihatnya karna kami melarangnya.
Dugaan kami mengarah pada apa yang dinamakan SAWANEN. Yaitu gejala traumatic psikis level rendah atas apa yang telah disaksikan. Pulang sekolah langsung ibunya “tancap gas” korek lebih dalam lagi. Dari sini barulah rahasia itu terbongkar. Setelah menyaksikan peristiwa naas tersebut, ia terbayang dan terbawa dalam mimpi. Dalam mimpinya itu ia menyaksikan ibu/mamanya meninggal dunia. Ia sedih ia terharu dan ia tidak mau kehilangan mamanya. Dalam kehidupan nyata ketika ingat akan mimpinya ia sesunggukan sendiri. Derita itu ia tahan dan simpan sendirian selama sepekan. Ia tidak mau mengutarakan kuatir akan menyakiti atau melukai hati mamanya. YA ALLAH… YA RABB. BARAKALLAHU LAKA. SEMOGA BAROKAMU SELALU DATANG PADA ANAK INI YA RABB. Telah Engkau tunjukkan cintaMu lewat anak ini.
Kami langsung lunglai. Perasaan kami tidak menentu. Antara trenyuh, kasihan, bangga sekaligus kudu ngguyu. Yang bisa kami sampaikan –sekedar membesarkan katinya- adalah : bapak dan ibumu ini akan terus hidup sampai kamu besar, sampai kamu kuliah di negerinya naruto dan negerinya tuan crap. Yang penting sekarang kamu manut dan mau belajar. Alhamdulillah WARAS sampek saiki.

NB
Bagi teman-teman yg sudah menjadi orang tua, ini adalah pengalaman pribadi. Namun tidak ada salahnya kita buat sharing. Anak adalah amanah. Kita wajib menjaga dan mendidiknya. Tidak ada salahnya kita memarahi, mengerasi atau kalu perlu kita jewer atau kita jewet sekedar untuk menanamkan porsi yg proporsional demi kebaikan sianak. Namun janganlah kita memarahi apalagi memukul anak lantaran memuaskan nafsu amarah kita. Karna itu tidak mendidik dan tidak berkah. Anak adalah titipan namun tidak menutup kemungkinan orang tualah yang dititipkan pada anak kelak, amin. Selalu kunjungi www.merinagold.blogspot.com