Minggu, 27 November 2011

SUDUT PANDANG
Awan itu jika dilihat dari ketinggian diatasnya tampak berbeda. Bila dari daratan, awan tersebut kelihatan sangat tinggi seperti hendak menyentuh langit. Pemandangan ini berbeda tatkala dilihat dari ketinggian diatas awan itu sendiri. Ia kelihatan sangat dekat dengan daratan.
Di ketinggian tertentu, awan bisa tampak laksana gumpalan ombak yang bergulung. Sesaat kemudian ia terlihat seperti gugusan gunung es yang kokoh. Di lain tempat ia bahkan menyerupai padang pasir atau gurun yang luas. Kadangkala ia terlihat seperti lukisan raksasa yang menggambarkan aneka bentuk dan rupa. Bila pandangan mata menukik kebawah awan bisa terlihat seperti kebun kapas yang lagi merekah lebar. Sungguh sebuah panorama yang mengagumkan.
Sempat terbesit dalam hati, seandainya waktu itu terjadi hujan, bisa-bisa saya tidak terkena hujan. Bukan lantaran saya berada dalam pesawat, melainkan pesawat yang saya tumpangi tersebut berada pada ketinggian diatas awan. Bukankah hujan turun karena adanya “konsleting” antara awan positif dan negative? Jika hal ini terjadi, sungguh menjadi pengalaman yang langka.
Uniknya, gumpalan awan yang tebal2 tersebut berada diatas daratan. Sangat jarang –untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali- gumpalan awan yang mengembang diatas lautan. Pemandangan diatas lautan sepi-sepi saja yang dominan adalah warna biru langit yang sepertinya tak berbatas. Sesaat saya terhenyak dan berpikir, What’s wrong?
Logika sederhana saya berkata, barangkali Allah sedang mengefisienkan system kerja dari mata rantai kehidupan. Hematnya, ngapain awan tebal berkeliaran diatas samudera? Siapa yang hendak dilindungi dari terik matahari? Apa pula yang hendak dibasahi dengan air hujan? Bukankah dibawah sana sudah terhampar miliaran kubik pangkat 10 air samudera? Hewan laut apa yang masih membutuhkan guyuran air hujan? Sungguh tiada yang sia-sia hasil kreasiMu.
Seperti biasa, ketika pesawat hendak landing, saya mengalami jet lag. Kepala pusing kuping kopok. Menurut sebagian orang hal ini lumrah dialami. Penyebabnya lantaran perbedaan tekanan udara. Tp menurutku bukan itu saja, suara mesin pesawat yang bising dan perpindahan gigi –eit tunggu apa benar pesawat terbang itu punya gigi perseneleng layaknya mobil?- yang kasar ketika mau landing menjadi penyebab utama kepala saya menjadi pusing. Maklum yang saya tumpangi ketika itu adalah jenis pesawat “EMPRIT” air line. Haha…
Sesudah landing hp saya hidupkan. Jam digitalnya menunjukkan pukul 10.30 wib. AHAI… sebuah perjalanan yang memakan nol jam. Ketika take off jarum jam menunjukkan pukul 10.30 waktu setempat, giliran landing jam menunjukkan pukul yang sama. Sepertinya saya menembus lorong waktu menembus jarak ribuan kilometer dengan waktu zero jam. Sepertinya pula teori relativitas ruang dan waktu yang dikembangkan Einstein telah terlampui.
Sebenarnya hal ini biasa. Mengingat adanya perbedaan jarak yang cukup jauh. Perbedaan jarak inilah yang menyebabkan adanya split atau selisih waktu antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Kebetulan jarak Lombok-surabaya terpaut waktu satu jam.
Pengalaman-pengalaman selama diatas, sedikit banyak menambah wawasan diantaranya, Aspek atau sudut pandang. Dari mana kita memandang, dari situlah titik tolak kita berbuat. Awan yang dilihat dari bawah tampak tinggi dan jauh serta tidak tersentuh, tidak demikian bila kita rubah sudut dari mana memandangnya. Ia bisa sangat dekat, bisa dilampui dan bisa didekap.
Masalah pekerjaaan yang jutek dan mengalami jalan buntu mungkin bisa ditemukan solusinya dengan merubah cara pandang terhadap pekerjaan yang kita lakoni tersebut. Hasrat, keinginan dan harapan yang bagi sebagian orang dianggap muluk dan tak akan tercapai-sehingga membuat kita menjadi stagnan, bisa kita mulai dengan cara pandang yang baru.
Kehidupan rumah tangga yang runyam, terkait kenakalan anak-anak, istri ataupun suami tidak ada salahnya kita rombak dengan menggunakan managemen sudut pandang yang baru. Barangkali kekisruhan yang selama ini terjadi dikarenakan kita terpaku pada sudut pandang masing-masing sehingga melupakan aspek kebersamaan.
Jarak yang dulu menjadi penghalang intensitas komunikasi dan pertemuan kini sudah bukan lagi penghalang. Dengan hp-terutama yang ada fasilitas 3g- kita bisa langsung berkomunikasi tatap muka kapanpun dimanapun, apalagi sesama provider komunikasi bisa semakin murah dan gayeng. Pesawat terbangpun demikian. Jarak antar pulau bahkan Negara bisa ditempuh dengan beberapa jam. Sekedar info, tarif pesawat jkt-sby bisa “semurah” tarif bus dengan trayek yg sama. Bandingkan dengan waktu yang dihabiskan!
Saya pernah melakukan perjalanan darat dari gresik-surabaya yang jaraknya hanya puluhan kilo namun menghabiskan wakatu hamper 4 jam dikarenakan tol dupak macet total. Bandingkan dengan perjalanan Lombok-sby yang jaraknya ribuan kilo ditempuh dengan nol jam? Lucu bukan?
Tidak ada salahnya mencoba yang baru. Dalam kaidah managemen bisnis trial by eror mutlak diperlukan untuk menguji kekuatan pasar. Sekali tempo bepergianlah dengan menggunakan pesawat dan rasakanlah sensasi akan kekuatan alam. Maka engkau akan bergumam,”sungguh tiada yang sia-sia hasil dari ciptaanMu”. Happy flying kawan, selamat mencoba dan perbarui sudut pandang kalian. Selalu kunjungi www.merinagold.blogspot.com